
sumber gambar: https://i.pinimg.com/736x/bc/71/34/bc7134cf7c5d9c7c653e13fb606ac3a7--ok-quotes-youll-be-okay-quotes.jpg
Mendengar
adalah salah satu cara untuk memahami rasa.
Saya
sangat suka mendengarkan keluh kesah orang lain. Entah itu mengenai masalah
seseorang dengan dirinya sendiri atau masalahnya dengan orang lain.
Mendengarkan orang lain membuat saya merasa tidak sendiri, sebab keluh kesah
mereka sewaktu-waktu menyadarkan saya bahwa masalah saya tidaklah sebesar yang
saya bayangkan.
Mendengarkan
orang lain membuat saya memahami sebuah life
hacks baru bahwa ketika kita dihadapkan dengan suatu masalah, otak kita
seumpama termanipulasi bahwa masalah itu betul-betul besar dan saya tidak akan
mampu menghadapinya karena saya begitu kecil. Padahal sejatinya, hal tersebut
tentu saja tidak benar, sebab bagaimana bisa sebuah masalah—momen tidak tampak
yang menjumpai hidup seseorang—lebih besar dari orang yang menghadapinya,
ketika jelas-jelas, masalah tersebut memang sengaja didatangkan untuk
mengukuhkan jiwa seseorang dan menaikkan level kedewasaan dari orang itu
sendiri?
Masalah
PASTI lebih kecil dari orang yang menghadapi, sebab Tuhan sendiri telah
berkali-kali menjanjikan bahwa Dia tidak akan pernah memberikan cobaan melebihi
batas kemampuan hamba-Nya. Jika Tuhan memberikan kita suatu masalah, maka kita
PASTI bisa menghadapinya—semua hanya bergantung pada bagaimana kita menggiring pola
pikir kita yang saat itu tengah mengerdil agar lebih berani dalam menghadapi
ketakutan kita sendiri terhadap masalah-masalah yang menimpa kita.
Selanjutnya,
selain memberikan saya life hacks
baru, dengan mendengarkan pula, saya jadi mendapat satu solusi terkait masalah
yang bahkan belum pernah saya cicipi. Malah terkadang, Tuhan hampir selalu
menjumpai saya dengan orang-orang yang tengah mengalami masalah yang baru saja
saya hadapi. Melalui kisahnya yang nyaris serupa dengan milik saya, saya
menjadi lebih mampu memahami esensi dari masalah yang saya hadapi dengan
memandangnya melalui perspektif yang berbeda.
Seperti
apa yang sebelumnya saya paparkan bahwa masalah membuat pola pikir kita jadi
mengerdil ketika baru menghadapi masalah itu sendiri, ketika mendengarkan
masalah serupa melalui mulut orang lain yang juga mengalami hal yang sama, saya
seumpama menjadi seorang penonton dari sebuah putaran film dan bisa melihat
dari begitu banyak perspektif, entah itu dari sisi saya sebagai yang
mendengarkan atau dari sisi orang terdekatnya yang terlibat dalam masalah tersebut.
Pelajaran
yang saya petik ketika mendengarkan masalah yang sama dengan yang saya hadapi
dari perspektif orang lain membuat saya lebih memahami nilai moral dan tujuan
dari proses pendewasaan yang ingin Tuhan berikan kepada saya.
Cerita
orang lain seumpama menghidupkan tombol power
of logic di dalam kepala saya, yang sebelumnya mati karena terintimidasi
oleh masalah yang saya hadapi. Untuk itulah
mengapa, saya sangat suka mendengarkan ketimbang berbicara dan barangkali,
karena alasan itulah Tuhan memberikan kita lebih banyak indra untuk mendengar
(dan melihat) ketimbang indra yang digunakan untuk berbicara.
Tuhan
ingin membuat kita mampu memahami sesuatu tidak hanya melalui sesuatu yang Dia
berikan kepada kita secara langsung (entah itu sebuah nikmat, musibah, atau
masalah-masalah). Tuhan juga ingin membuat kita mandiri—mandiri untuk memahami
sesuatu dengan mengamati dan memahami apa yang terjadi dengan lingkungan
sekitar kita.
Untuk
itulah mengapa, mendengar dan memerhatikan menjadi jawabannya.
Keren! Semoga terus menginspirasi lewat tulisan
ReplyDeleteterima kasih sudah membaca :)
Delete