Beberapa waktu lalu, ada seorang teman yang menghampiriku
ketika aku baru saja selesai menginstruksikan sesuatu dalam sebuah kepanitiaan
di kampusku. Orang itu tersenyum sambil bertanya,
“Kamu jurusan apa?”
“Komunikasi dan pengembangan masyarakat!” jawabku dengan
sumringah. Orang itu tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
“Kenapa?” tanyaku, penasaran.
“Cocok!” katanya, diiringi tawa tipisnya.
Sebenarnya aku sadar, teman ku ini hanya basa-basi. Aku paham
betul, gaya berbicara ku masih terbilang urakan dan tidak tersrtuktur. Tapi inilah
the power of kata-kata. Seakan tak peduli dengan skill yang masih minim,
setidaknya, ada harapan untuk bisa menjadi lebih baik.
Inilah apresiasi. Sesederhana itu.
Ini tentang mencoba memberi penghargaan pada hal-hal (yang
terkesan) sepele. Memang seringkali terlupakan, terlebih pada diri sendiri.
Mengapresiasi orang lain pasti lebih sering kita lakukan. Tapi
mengapresiasi diri sendiri? Rasanya jarang sekali dan seakan menjadi hal tabu. Padahal,
dengan kita mengapresiasi diri sendiri, kita sedang menghargai diri kita. kita
bersyukur atas segala kelebihan dan kekurangan yang telah diberikan Sang Maha
Kuasa pada diri kita.
Menghargai diri sendiri bukan berarti ujub (berbangga),
hanya saja kita sedang berusaha berterimakasih atas segala upaya yang diri kita
lakukan. Sebab se-lelah apapun kita berkarya, se-letih apapun kita berusaha
melakukan hal-hal tak terduga, orang lain hanya mengenal hasil. Tak ada yang
benar-benar mengerti seberapa capeknya berjalan menembus batas zona nyaman,
kecuali diri kita sendiri.
Namun dengan dalih tak mau terkesan ‘narsis’, sebagian orang
malah lebih sering merendahkan dirinya. Tak ingin sombong, katanya. Tapi apakah
itu dibenarkan?
Aku rasa, semua harus tawazun (seimbang). Menjadi rendah hati sekaligus
menghargai diri sendiri, sederhana kan?
Mulai sekarang, hindari kata-kata “Da aku mah apa atuh” yang
seakan menjatuhkan diri sendiri. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Berjayalah
dengan kelebihan yang kita miliki, namun selalu rendah hati.
(sumber:weknowyourdreams.com)
Percayalah, bodoh dalam aritmatika tidak mengartikan dirimu benar-benar bodoh. Coba lihat lebih jauh, jika ternyata bakatmu adalah bernyanyi dan melukis, itulah dirimu. hargai tiap-tiap langkah pada usaha yang dirimu kerjakan. Jangan memaksanya mengikuti tolak ukur "hebat" orang lain. Akan sangat melelahkan jika terus mengikuti tolak ukur kehebatan orang lain. Mulailah berjalan pada jalan yang sesungguhnya harus kau jalani. Bandingkan dirimu dengan dirimu yang dulu--yang membutuhkan perubahan--bukan dengan orang lain.
Lalu, ketika peningkatan itu akhirnya kau rasakan. Apresiasi dirimu. Mulailah dengan hal-hal yang kecil, tak usah muluk-muluk. Setidanya, hargailah dirimu. Kau yang harus memulai menghargai dan mengapresiasi dirimu sebelum orang lian.
Kalau terus menunggu apresiasi dari orang lain, waktu kita
hanya dihabiskan untuk menunggu. Sebab, orang lain memang hanya melihat dari
apa yang terlihat. Tak benar-benar mengerti bagaimana upaya kita mencapai
tujuan itu.
Lagi pula, untuk apa menunggu penghargaan orang lain?
Lebih baik, kita berbagi peran. Biarkan orang lain menjadi penonton dan pemberi komentar.
Teruslah bergerak menuju pencapaian dan jangan ragu untuk percaya pada diri sendiri.
Teruslah bergerak menuju pencapaian dan jangan ragu untuk percaya pada diri sendiri.
Kadang, kita harus memandang lebih jauh, mendengar lebih
tajam, dan merasakan lebih dalam tentang hal-hal remeh yang kita lakukan hari
ini. Salah satunya, menghargai diri sendiri.
Apapun yang hadir di dunia ini, pasti memiliki maksud dan
tujuan berada di dunia ini. Tak ada yang dilahirkan dengan sia-sia. Mulailah berprasangka
baik terhadap Sang Pencipta.
Sepakat 👍
ReplyDeleteMantap gan
ReplyDeleteMakasih gan, alhamdulillah termotivasi agar lebih pd dengan kemampuan yg dimiliki
ReplyDelete