sumber gambar: http://www.alphr.com/science/1008459/depression-language-signs-machine-learning
Kadang-kadang
saya berpikir, bahwa kondisi psikologis manusia seperti sebuah machine learning.
Menganalisis
dari kata learning itu sendiri, machine learning adalah suatu program yang
diibaratkan sebagai sebuah mesin, di mana mesin tersebut “belajar” dari
data-data yang masuk saat program dijalankan, sehingga pada saat yang sama,
akan terjadi proses update kumpulan data yang ada. Program pun “belajar” dari input tersebut untuk
mengambil sebuah prediksi yang berlandaskan data-data yang telah masuk tadi.
Kembali kepada
penyataan awal, saya berpikir bahwa kondisi psikologis manusia itu seperti sebuah
machine learning. Jika umpamanya,
kita menganggap bahwa karakter paling dasar (yang menjadi lapisan terdalam dari
sifat seseorang) adalah inti dari sebuah atom, kita dapat membuat perumpamaan
bahwa pengaruh dari lingkungan luar adalah elektron yang mengelilingi inti atom
itu sendiri.
Elektron yang
tersebar dalam kulit-kulit atom memiliki peran aktif dalam memengaruhi sifat
kimiawi dari suatu atom, sebagaimana lingkungan eksternal manusia yang berperan
dalam pembentukan karakter manusia. Perbedaan antara elektron dalam
atom dengan pengaruh lingkungan eksternal adalah kita tidak dapat
mendefinisikan bahwa pengaruh tersebut bermuatan seperti
elektron, sebab tidak selamanya selalu bernilai negatif.
Selain itu, hal-hal yang
berkaitan dengan pengaruh luar ini dapat diklasifikasikan ke dalam opini publik mengenai
diri seseorang, penghakiman lingkungan sekitar terhadap diri seseorang—baik itu dalam konotasi positif maupun negatif, dan lain sebagainya.
Pengaruh dari keberadaan
elektron dalam sebuah atom dan data-data yang diperoleh dari lingkungan
eksternal manusia nyaris serupa, sebab seperti elektron yang memengaruhi sifat
kimiawi suatu atom, lingkungan sekitar sangat proaktif dalam membentuk karakter
manusia.
Unsur
gas mulia yang memiliki delapan elektron valensi, menjadi unsur yang paling stabil karena tidak
membutuhkan elektron dari atom lain untuk mencapai kestabilan. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa suatu elektron memiliki peran yang amat penting dalam
pembentukan sifat kimiawi suatu atom.
Dalam hal
keterkaitan dengan pengaruh eksternal dan kondisi psikologis manusia, barangkali kita dapat mengambil contoh
sugesti yang seringkali tertanam akibat membaca karakterististik seseorang dengan
berlandaskan suatu klasifikasi tertentu. Mudahnya saja, kita seringkali mengait-ngaitkan
diri ketika tengah membaca artikel tentang sifat seseorang berdasarkan golongan
darah, garis tangan, atau ketika mengisi tes-tes kepribadian. Ketika menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang disajikan, tak jarang seseorang merasa keliru dalam
menarik jawaban karena merasa tersugesti oleh pilihan-pilihan yang ada.
Sehingga, akibat dari kekeliruan-kekeliruan ini, mereka menjadi tersesat dalam
menentukan karakter diri sendiri.
Kembali kepada
keterkaitan antara elektron dari suatu atom, pengaruh lingkungan eksternal
manusia, kondisi psikologis manusia, dan machine
learning; terdapat korelasi yang erat di antara keempatnya. Kondisi psikologis manusia seperti machine learning, ia
mengambil simpulan dari data-data yang dikumpulkan berdasarkan respons lingkungan
sekitar terhadap dirinya.
Apa yang dia lihat,
dengar, raba, dan terima—seperti opini publik mengenai diri orang tersebut—diumpamakan
sebagai data-data tadi. Perbedaan antara machine
learning dan kondisi psikologis manusia terletak pada output dari masing-masing proses yang mereka jalankan; machine learning memberikan keluaran
berupa prediksi-prediksi yang diambil dari data-data yang telah dikumpulkan,
sedangkan psikologis manusia menjadikan data-data tersebut sebagai ideologi baru
yang tertanam dalam kepalanya. Ideologi inilah yang akan menjadi prasyarat
seseorang dalam mengambil keputusan dan simpulan atas suatu pemikiran, yang akan
membentuk pola pikir dan karakter dari manusia itu sendiri,
Sehingga, dengan
melihat keterkaitan ini, kita dapat melihat bahwa opini seumpama senjata
yang mematikan, sebab memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam
pembentukan karakter seseorang. Hal ini yang menjadikan alasan pula, mengapa bullying sejatinya merupakan kejahatan
yang besar karena dapat menyerang pola pikir dan psikologis mereka yang menjadi korban. Bullying atau perundungan tidak hanya
persoal kekerasan fisik, tetapi juga berkaitan dengan kekerasan
verbal. Dampak dari kekerasan verbal bahkan lebih berbahaya daripada kekerasan
fisik, sebab hal tersebut menyerang langsung kondisi psikologis manusia itu sendiri.
Melalui tulisan
ini, saya ingin mengingatkan teman-teman, betapa penting untuk berhati-hati
dalam melakukan penghakiman. Beropini memang sama sekali tidak dilarang, namun pahamilah
batas-batas zona yang dapat kamu masuki agar tidak mengacaukan sistem yang ada.
Opini yang kita berikan atau label yang kita tempelkan terhadap diri seseorang
dapat memengaruhi kondisi psikologis orang tersebut. Oleh karena itulah, kita harus berhati-hati dengan ucapan yang kita lontarkan kepada orang
lain.
Sebuah pepatah
tidak akan tercipta jika bukan karena didukung oleh pengalaman yang ada. Pepatah yang berbunyi, “Mulutmu, harimaumu” adalah salah satu pepatah yang ditujukan
untuk mengingatkan kita dalam menjaga perkataan. Jika manusia dianggap sebagai makhluk
dengan derajat tertinggi karena akal yang dimilikinya, maka kesempurnaan tersebut pun terbatasi oleh
ucapan yang terlontar dari mulut manusia itu sendiri.
Untuk itu,
jagalah mulutmu, sebelum ia berbalik menerkammu.
0 komentar:
Post a Comment