Pernahkah kamu merasa ada sesuatu yang mengusik batin dan membuatmu penasaran akan kehidupan di sudut kota?
Pernahkah kamu menduga ada sesuatu yang sedang tidak beres di sana?
Semua pertanyaan di atas
harus kujawab dengan “ Ya, Aku pernah”. Seringkali aku mendengar celotehan
teman – temanku yang berasal dari kota bahwa kehidupan malam amat mengerikan.
Sudah banyak program televisi yang kutonton menyuguhkan berita berita patroli
yang dilakukan pada malam hari. Pesta miras, balapan liar, kumpul – kumpul anak
muda yang melewati batas, bahkah peringkusan pengedar narkoba sudah pernah
kulihat, tapi melalui televisi dan media lainnya. Kadang raga ini tergerak
untuk menyaksikan realita itu secara langsung.
Minggu itu aku bersama kedua
temanku berjanji untuk saling jumpa hanya sekedar untuk berbincang dan menjalin
rasa kekeluargaan yang sedikit mulai pudar karena frekuensi komunikasi yang
mulai mengurang pula. Singkat cerita kami pergi ke salah satu kebun yang
terkenal di Kota itu dengan tujuan menghilangkan kepenatan setelah terpapar
hiruk pikuknya Ibukota. Untuk mencapainya, kami harus berjalan beberapa
kilometer dari tempat terakhir yang kami singgahi. Selama perjalanan, aku
menemukan suatu keanehan atau mungkin sesuatu yang tidak biasa kulihat atau
juga sesuatu yang lumrah bagi orang lain tetapi bagiku hal yang kulihat ini
adalah kali pertama selama aku ada disini.
Bukan permen, bukan mainan,
bukan pula benda-benda yang seharusnya melekat pada anak anak usia 9 – 12 tahun,
tetapi yang kulihat adalah kamera DSLR, kamera SLR, kamera mirrorless, tongsis(
tongkat narsis ), dan merek – merek smarphone canggih beralih dari tangan satu
ke tangan yang lain. Aku mengerti jika kita berada pada era digitalisasi,
‘Generasi Millenial’ katanya ada juga yang menyebutkan ‘Generasi Z’. Kawan aku
tidak merasa aneh dengan pemandangan ini. Puncak dari kegelisanku selama ini
terletak bukan pada benda yang mereka genggam, tetapi pada alasan mengapa benda
itu ada ditangan mereka dan sikap mereka yang menurutku sudah melewati batas
jika dibandingkan dengan usia.
Aku tidak menemukan
seorangpun yang berpakaian pantas selain aku dan kedua temanku disana. Sekali
lagi kutegaskan, tidak kutemukan satupun pakaian yang pantas selain kami
bertiga. Sempat aku mengira bahwa kami
‘salah jalur’ . Tidak kawan, kami tidak pada tempat yang salah. Kumpulan anak
muda baik dari rentang usia SD sampai SMP ada disana. Kuteliti baik – baik ,
kupastikan sekali lagi bahwa penglihatanku salah, namun inilah kenyataanya. Anak
–anak gadis yang seharusnya terjaga, disana mengekspos setiap inci kulit
tubuhnya. Mereka memakai baju tetapi transparan dan membuat pusar terlihat
entahlah aku merasa miris, mereka memakai celana tetapi sobekan – sobekan disana
ikut menyobek batin ini pula, mereka memakai bedak tapi blush on, lipstik,
eyeshadow, dan segala macam makeup lainnya ada diwajah itu pula. Gemetar
tangan menulis cerita ini, karena aku harus membayangkan bahwa adik – adik
kecil tersebut yang seharusnya dijaga kini dibiarkan dengan keadaan antah berantah.
Sama halnya dengan anak
lelaki disana, bukan kelereng, bukan mobil tamiya, tetapi batangan rokok
dimulut dan korek disaku celana. Mereka berpose berhimpitan dengan anak – anak
perempuan, tangan berkeliaran, tidak ada batasan dalam pergaulan. Di sudut –
sudut ada yang beruduaan, berangkulan, keduanya menggunakan rokok secara
bergantian. Sesak dada ini mengingat kembali kejadian itu. Cukup dengan
pengalaman di siang itu, aku bisa memperkirakan bagaimana kehidupan di sana pada
malam hari.
![]() |
portalsatu.com |
Kawan apa yang salah dengan anak
negeri ? Begitu cepat teknologi dan informasi berkembang, begitu cepat pula
moral dan norma tiada. Asumsiku kuat bahwa mereka yang berada pada jalur yang
salah juga dapat menularkannya kepada mereka yang belum tahu apa – apa.
Lingkungan bermain memiliki pengaruh dalam pembentukan moral seorang anak. Jadi
siapa yang harus kita prioritaskan ? Memperbaiki mereka yang sudah terkena
dampak atau menjaga mereka yang belum terkena dampak dari pergaulan yang tidak
sehat ? Perlu ada peran orang tua, peran keluarga, dan peran kita sebagai
sesama anak bangsa untuk menuntun dan membina anak – anak negeri ini.
Saranku, kita sebagai orang
yang lebih tahu dan lebih dewasa bisa memberikan contoh yang teladan pula baik
untuk adik – adik kita sendiri, sepupu, keponakan, maupun anak – anak di
lingkungan sekitar. Berangkat dari niat yang tulus, kita akan sampai pada titik
dimana perubahan akan mengarah pada arah yang lebih baik pula. Tetap semangat
Inspirers, jadilah anak negeri yang berani, berprestasi, dan mampu membawa
perubahan yang berarti J .
0 komentar:
Post a comment