“Berjilbab tapi akhlaknya buruk. Mending lepas
aja sekalian!”
“Dia tuh ber-jilbab,
tapi prilakunya sama sekali tidak mencerminkan seorang akhwat. Sia-sia dong?"
Mungkin dua kalimat diatas adalah dua dari sekian banyak
kalimat yang sering kali kita dengar di masyarakat kita. Alasannya simple-simple saja, “karena melihat
muslimah berjilbab yang melakukan hal yang (mungkin menurutnya) tidak patut
dilakukan.”
Banyak
dari kita yang menganggap ketika seorang muslimah memutuskan untuk berjilbab,
maka artinya prilakunya harus sudah sepenuhnya mencerminkan seorang muslimah
yang baik. Muslimah yang (dianggap) baik (mungkin) ialah mereka yang tuturnya
lembut, sopan santun, ramah, murah senyum, dan sebagainya.
Kadang
kita lupa bahwa seorang muslimah jugalah manusia yang tidak lepas dari salah
dan dosa. Ketika seorang muslimah memutuskan berjilbab, itu adalah bentuk
kepatuhannya kepada sang pencipta. Berjilbab adalah murni perintah Allah yang
wajib dikerjakan oleh seluruh wanita muslim yang telah baligh tanpa memandang
baik atau buruknya akhlak. Ketika seorang muslimah berjilbab melakukan kesalahan,
tidak pantas rasanya jika malah mengutuk jilbabnya. Sebab, akhlak adalah budi
pekerti dari pribadi masing-masing.
Jilbab
yang dikenakan seorang muslimah merupakan sebuah identitasnya sebagai muslim. Bukan
suatu simbol yang mencirikan seseorang berakhlak baik atau buruk. Namun, di
masyarakat kita muslimah berjilbab seperti memiliki tuntutan tersendiri dikarenakan
jilbabnya. Ada ketidaksamaan reaksi ketika melihat perempuan berjilbab dan
tidak berjilbab melakukan hal-hal yang rasanya kurang pantas. Wanita berjilbab
seakan “lebih bersalah” ketika melakukan hal kurang pantas yang sama dengan
wanita tidak berjilbab.
Pun sebagai seorang muslimah yang telah
berjilbab, kita harus sadar bahwa ada marwah yang kita bawa. Kita dinilai oleh
sebagian orang ‘lebih’ diantara yang belum menggunakan jilbab. Sebagai muslimah
yang baik, ada izzah dan iffah yang harus dijaga. Teruslah memperbaiki diri.
(sumber: artikel.masjidku.id)
Permasalahan "antara jilbab dan akhlak" pun dijadikan alasan oleh sebagian muslimah yang belum berjilbab,
“Ah,
prilaku saya belum baik. Mau perbaiki dulu.”
“Saya
jilbabin hati dulu deh, kepala nyusul kapan-kapan.”
Dua
kalimat diatas sering kali kita jumpai pada diri muslimah yang belum mantap
mengenakan jilbab dikarenakan prilakunya. Padahal, apa salahnya berjilbab
terlebih dahulu? Toh, kita sudah
mengurangi satu dosa yaitu menutup aurat.
Antara
memperbaiki akhlak dan menggunakan jilbab adalah dua perkara yang disebut-sebut
sulit dilakukan oleh sebagian muslimah. Sekarang permasalahanya adalah, lebih
sulit mana menggunakan jilbab dan memperbaiki akhlak? Jelas lebih mudah berjilbab,
bukan? Mulailah bertahap dari hal
yang mudah.
Sedikit
demi sedikit, perlahan tapi pasti, berjalan dari tangga bawah menuju tangga
teratas. Berjalan di jalan kebenaran memang tidaklah mudah, sebab surga terlalu
mahal untuk mereka yang tidak memperjuangkannya.
"Katakanlah
kpd wanita yg beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yg (biasa)
nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putra2 mereka, atau putra2 suami mereka,
atau saudara2 mereka, atau putra2 saudara perempuan mereka, atau wanita2 Islam,
atau budak2 yg mereka miliki, atau pelayan laki2 yg tdk mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak2 yg belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yg mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kpd Allah, hai orang2 yg beriman
supaya kamu beruntung." {QS. An-Nur:31}
0 komentar:
Post a comment