Tuesday, 30 April 2019

Resensi Buku : Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Judul                          : Daun yang Jatuh Tak Pernah  Membenci Angin

Pengarang                 : Tere Liye
Penerbit                     : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan                     : Ketujuh, September 2012
Jumlah halaman       : 264 halaman


 “Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji-janji masa depan yang lebih baik. Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini. Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua. Sekarang, ketika dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah… biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun… daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya”

Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin, berkisah tentang kenangan dan cinta yang dialami oleh seorang gadis cantik dan pintar bernama Tania. Seperti sebuah lego yang disusun satu persatu hingga menjadi utuh, kisah dalam novel yang di tulis oleh Tere Liye ini sanggup menghanyutkan hati pembaca pada setiap potongan ceritanya. Ketika berumur 11 tahun, kerasnya kehidupan membuat Tania dan Dede—adik Tania—terpaksa mencari uang dengan mengamen dari satu bus kota ke bus yang lainnya, hal tersebut mereka lakukan demi menghidupi diri mereka dan sang ibu yang sakit-sakitan. Ayah Tania meninggal ketika Tania berumur 8 tahun.

Sejak saat itu pula kehidupan mereka yang pas-pasan berbalik menjadi serba kekurangan. Tania, Dede, dan Ibunya diusir dari rumah kontrakan lalu memutuskan untuk tinggal di rumah kardus dekat dengan sungai dan tempat pembuangan. Ketika Tania dan Dede sedang mengamen, tanpa sengaja Tania menginjak sebuah paku payung pada telapak kaki tanpa alasnya. Tania kecil mencoba menahan rasa sakit sementara adiknya hanya bisa panik tanpa tahu harus melakukan apa. Orang-orang dalam bus hanya melirik Tania yang kesakitan tanpa rasa iba. Ketika itulah, seorang pria muda datang menolong dan membalut kaki Tania dengan sapu tangan putih miliknya. Pria itu bernama Danar, malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk merubah kehidupan Tania, Dede, dan Ibunya. Lambat laun setelah beranjak dewasa, gadis itu akhirnya sadar bahwa perasaan lugu yang diam-diam tumbuh di hatinya sejak dulu bukanlah perasaan biasa selayaknya seorang adik kepada kakaknya. Danar menjadi pria yang membuka babak baru yang lebih baik dalam kehidupan Tania, juga menjadi cinta pertama baginya. Salahkah perasaan ini? Salahkah bila Tania menyukai seseorang itu, seseorang yang menjadi malaikat bagi keluarganya?
Sudut pandang orang pertama yang digunakan oleh Tere Liye dalam novel ini membuat emosi dan penyampaian melalui sudut pandang Tania menjadi cukup baik dan dapat dinikmati pembaca. Alur maju-mundur yang penulis ingin coba sampaikan dalam bercerita sama sekali tidak membingungkan pembaca. Sang penulis sangat baik dalam merangkai sebuah cerita hingga menemukan benang merahnya. Walau ini adalah kali pertama saya membaca novel karya Tere Liye, nampaknya saya mulai jatuh cinta dengan gaya penulisan yang sederhana namun bermakna khas beliau. Satu hal yang membuat saya ingin memberikan komentar pada novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin yaitu karakter Danar yang saya rasa kurang terlihat dan melekat di dalam cerita. Mungkin karena di dalam novel ini, Tania seolah bercerita mengenai dirinya dan perasaan cintanya, juga ia menceritakan tokoh Danar dari sudut pandangnya.
“…. Daun yang jatuh tak pernah membenci angin…. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya….”
Share:

Monday, 29 April 2019

Resensi Buku : Self Driving


“the survival of the fittest”
Judul Buku              : Self Driving

Penulis                    : Rhenald Kasali
Penerbit                   : Mizan
Terbit                       : 2014
Jumlah Halaman      : 270 lembar
Meminjam istilah Charles Darwin “the survival of the fittest” yang bermakna makhluk hidup yang mampu bertahan bukanlah yang terkuat fisiknya, namun yang mampu bertahan hidup atas kondisi apapun yang mendera. Mengetahui hal tersebut membuat saya semakin bergegas untuk harus membaca buku ini. Buku ini juga linear dengan gerakan Revolusi Mental yang digagas Presiden Jokowi melambungkan harapan akan adanya perbaikan di semua sektor negara kita. Dimana dalam buku ini pun mengarah terhadap semua kekayaan sumber daya alam (SDA) yang kita miliki tidak akan banyak berdayaguna jika manusia yang menggarap dan menjalankannya hanya bermental penumpang. Lihatlah negara-negara sekitar yang tanpa dianugerahi SDA melimpah namun punya hampir segalanya untuk memajukan kehidupan mereka seperti Singapura. Etos kerja dan mental “pengemudi” merupakan bekal untuk hidup yang lebih baik. Buku Self Driving yang ditulis oleh Prof.Rhenald Kasali mengajak semua orang mulai dari orang sekolahan hingga CEO untuk ikut dalam gerakan revolusi mental tersebut, dengan harapan adanya perubahan dari mental “penumpang” menjadi mental “pengemudi”.
Membuat mental seseorang berubah dari seorang penumpang yang cenderung pasif, tidak berani mengambil resiko, sudah puas dengan keadaan sekarang, menyerahkan masalah pada atasan atau orang lain, terlalu membanggakan apa yang telah dicapai sehingga menjadi seorang dengan mental pengemudi yang cirinya adalah seorang inisiator, tokoh perubahan, dan mampu menjadi seorang tokoh panutan bagi banyak orang bukanlah hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Butuh kemauan kuat dan beberapa tahapan proses (juga latihan) yang harus dijalani. Di buku bersampul merah yang saya anggap melambangkan passion atau semangat (sehingga lewat buku ini penulis memacu pembaca untuk berani berubah), banyak hal dijelaskan dengan terperinci untuk kita pelajari dan aplikasikan dalam kehidupan keseharian. Di samping gagasan-gagasan mencerahkan yang diberikan penulis disertakan artikel-artikel penunjang yang mampu memberi gambaran yang lebih baik bagi pembaca. Sejauh yang saya baca semua hal ditulis dengan sangat menarik dan aplikatif.
          Prof memberi contoh pada kondisi sekarang. Misal seorang Guru besar Ilmu Teknik (Sipil) yang pintarnya 5 senti hanya asyik membaca berita saat mendengar Jembatan Kutai Kartanegara ambruk atau terjadi gempa di padang. Guru besar yang pintarnya 2 meter segera berkemas dan berangkat meninjau lokasi, memeriksa dan mencari penyebabnya. Mereka menulis karangan ilmiah dan memberikan simposium kepada generasi baru tentang apa yang ditemukan di lapangan.

          Contoh lain adalah keteladanan KH Ahmad Dahlan. Ketika kaum muda baru tertarik berwirausaha di abad ke 21, Ahmad Dahlan sejak muda sudah dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil berdagang batik. Namun, berbeda dengan sebagian besar wirausaha yang steril terhadap perjuangan bangsa, ia justru terlibat dalam organisasi Budi Utomo, Serikat Islam, dan organisasi kepemudaan pada masanya. Pada umur 15 tahun, misalnya, ia pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima tahun. Di sana, ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran para pembaru Islam. Sejak itulah tekadnya menjadi pembaru begitu kuat. Ia berhasil melepaskan bangsa ini dari aneka belenggu mitos dan kemiskinan. Itu sebabnya pendidikan dan kesehatan menjadi perhatian besar dalam gerakan yang dipimpinnya, yakni. Muhammadiyah, Social Enterprise terbesar dan tertua di Indonesia Seperti salah satu poin di dalam buku ini mengenai disiplin. Saya menyadari buku sebagus apapun jika kita tidak mengaplikasikannya akan mubazir. Hal-hal aplikatif bisa kita jalani dengan terlebih dahulu kita menyelesaikan membaca buku ini. 

          Kalau kalian adalah anak SMA, Mahasiswa Baru, sedang kuliah semester berapa pun dan tingkatan apa pun atau fresh graduate, beli deh buku ini. Karena bagi saya buku ini mampu membuat pikiran saya terbuka sejak baca buku ini. Sadar bahwa sebenernya ilmu tuh banyaknya bukan di kuliah, tapi di luar kuliah. Gimana caranya belajar dari hal-hal sekitar kita.


SELF DRIVING  sederhananya soal memimpin diri kita, tapi memimpin melalui pemikiran-pemikiran, kita diajak berpikir terbuka dengan cara yang asik. Buku yang sangat baik ini isinya ditujukan untuk para pemimpin, para pengajar, namun dapat juga dibaca oleh kita yang masih muda. Tentunya dengan kemauan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Salam Perubahan. 


Share:

Wednesday, 3 April 2019

Resensi Buku : Bob Sadino : Mereka Bilang Saya Gila


 BOB SADINO
Mereka Bilang Saya Gila

Bob Sadino adalah wiraswastawan sukses di bidang agribisnis yang  unik. Jika dilihat dari riwayat hidupnya, Bob Sadino berasal dari keluarga kaya raya. Bob sempat tinggal di Hamburg dan Amsterdam selama kurang lebih 9 tahun. Pada masa puncak kejayaannya sebagai orang kaya, Bob berpikir untuk meninggalkan pekerjaannya tersebut. Ia merasa ingin menjadi orang miskin dan memulai segalanya dari nol. Alasan Bob melakukan ini karena merasa bosan menjadi orang kaya dan ingin mendapatkan kebebasan dengan tidak menjadi karyawan
Dari kehidupan yang serba berkecukupan hingga menjadi miskin adalah hal yang baru dalam hidup Bob. Bob harus berusaha keras mencari uang supaya ia dan keluarganya tetap bisa makan. Kakak-kakaknya sempat menawarinya bantuan dan rela memberikan apapun yang Bob inginkan. Namun, Bob menolak segala bentuk belas kasihan dari saudara-saudaranya. Ia yakin masih bisa mengatasi semuanya sendiri. “Satu-satunya bantuan yang bisa kalian lakukan adalah jangan bantu saya!”, ujar Bob secara tegas meyakinkan saudara-saudaranya.
Karena desakan kemiskinan, Bob tidak ada pilihan lain selain memulai wiraswasta untuk menyambung hidup. Saat itu, Bob melihat peluang pasar yaitu perbedaan telur ayam lokal dan telur ayam layer (negeri). Ia juga melihat peluang untuk menjual telur-telur tersebut kepada kaum ekspatriat yang tinggal di sekitar tempat tinggal Bob di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Akhirnya, Bob meminta bantuan salah seorang temannya di Belanda untuk mengiriminya anak-anak ayam petelur dan ayam broiler serta kumpulan majalah bertema serupa terbitan Belanda. Tanpa bekal ilmu sama sekali, Bob benar-benar memulai usahanya dari bawah. Bob juga mendapat kiriman majalah-majalah kejuruan terbitan Belanda untuk mempermudah dirinya dalam menekuni usaha tersebut.
Wiraswasta adalah spontanitas
Bob selalu menyatakan bahwa ia melakukan segala sesuatu secara spontan. Terlebih lagi pada kondisinya yang miskin serta tidak bertitel sarjana. Rupanya Bob pernah beberapa bulan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan mengundurkan diri dari perkuliahan. Bob hanya melihat peluang ketika dirinya tidak memiliki pilihan lain selain wiraswasta. Terlebih lagi, Bob tidak memiliki rencana terlebih dahulu dalam menjalani usahanya. Semua dilakukan dengan bertindak cepat.
Pada suatu perbincangan, Bob menyatakan bahwa ia ingin berwiraswasta untuk mencari rugi. Bob menyadari bahwa dalam dunia wiraswasta pasti dipenuhi dengan risiko. Orang yang ingin terjun ke dalam dunia wiraswasta harus siap dengan berbagai macam risiko dan kegagalan. Tidak ada dalam sebuah usaha yang selamanya untung. Pasti ada kalanya merugi. Pernah pada suatu ketika Bob melihat peluang pasar di luar negeri yaitu olahan buah-buahan kripik buah. Ketika Bob mengekspor produknya ke luar neger, ternyata produknya tersebut tidak sampai di luar negeri dan menyebabkan dirinya merugi milyaran rupiah. Tapi, Bob menikmati semua proses usahanya dengan baik. Ia tetap berjalan pantang menyerah pada bisnisnya.
Kebanyakan orang membuat rencana untuk memulai bisnis wiraswasta untuk meminimalisir risiko sekecil mungkin. Namun yang terjadi adalah mereka terlalu sibuk membuat rencana dan tak kunjung melangkah untuk memulai usaha. Inilah yang disayangkan Bob ketika ada segelintir orang yang ingin berwiraswasta tapi masih takut dengan risiko dan kegagalan.

Fase Belajar ala Bob Sadino
Bob Sadino membuat prinsip kehidupan berwiraswasta dengan sebutan Roda Bob Sadino. Roda ini dibagi menjadi empat bagian dengan masing-masing bagian secara urut berisi kuadran TAHU, BISA, AHLI, dan TERAMPIL.
Bagian pertama adalah kuadran TAHU. Kuadran TAHU berisi orang-orang yang sedang menempuh pendidikan baik di bangku sekolah atau perguruan tinggi. Orang-orang pada kuadran ini biasanya memiliki pemikiran yang terstruktur dan belajar berdasarkan teori-teori tanpa praktik. Contohnya adalah orang yang belajar teori dasar menembak. Ia tahu teori-teori menembak tanpa pernah memegang pistol.
Bagian kedua adalah kuadran BISA atau kadang disebut kuadran JALANAN. Kuadran ini berisi orang-orang yang dapat mempraktikkan suatu ilmu dengan baik. Orang-orang dari kuadran BISA belajar dan pengalaman nyata yang sudah mereka alami dalam mengerjakan suatu hal. Orang-orang di kuadran BISA biasanya adalah masyarakat biasa yang tidak sempat menempuh Pendidikan tinggi. Contohnya adalah tukang bangunan yang dapat menyusun paving di jalanan.
Bagian ketiga adalah kuadran AHLI. Kuadran AHLI berisi orang-orang yang sudah berpengalaman di bidangnya. Mereka sudah ditempa dan belajar di kuadran BISA. Orang-orang yang berada di kuadran AHLI ini sudah dapat melakukan pekerjaannya secara professional.
Bagian terakhir adalah kuadran TERAMPIL. Kuadran ini diisi oleh orang-orang yang menekuni suatu bidang selama kurang lebih 30 sampai 40 tahun. Orang-orang dalam kuadran TERAMPIL sudah mencicipi banyak sekali kegagalan dari bidang yang selama ini ia tekuni.

Share:

Resensi Buku : Dalam Dekapan Ukhuwah


… Dan Allah yang mempersatukan hati para hamba beriman. Jikapun kau nafkahkan perbendaharaan bumi seluruhnya untuk mengikat hati mereka, takkan bisa kau himpun hati mereka. Tetapi Allah-lah yang telah menyatupadukan mereka …” [Al-Anfaal: 63]
Lewat ‘Dalam Dekapan Ukhuwah’ ini, Salim A Fillah memberikan berbagai gambaran dan permasalahan yang sangat mungkin terjadi dalam jalinan ukhuwah. Kesalahpahaman dalam memahami orang lain, tanpa sadar mengunggulkan diri sendiri, kekhilafan saat berkata-kata, kesabaran menghadapi kelicikan, memaafkan segala bentuk kesalahan, perdebatan yang sebenarnya tidak terlalu penting, dan masih banyak kisah sayatan sekaligus bunga ukhuwah yang dituturkan oleh sang penulis.
Saya sangat menyukai hampir setiap contoh kasus yang dipilih oleh penulis dalam menguatkan ilustrasi kejadian dalam tulisan. Seperti ketika penulis menuturkan tentang perihal kerendahan hati, beliau memilih kisah renungan tentang pemuda yang ‘dipermalukan’ di sebuah forum dengan bijak lebih memilih untuk mengalah, padahal saat itu sebenarnya dia mampu mematahkan berbagai argumentasi lawan bicaranya.
Atau ketika penulis menuturkan tentang perihal yang terlalu cepat mengambil kesimpulan dengan contoh kasus pelayan yang menampar seorang pelanggan dengan kain serbet. Saya dibuat tertawa, tetapi juga termenung sedalam-dalamnya. Pas dan tepat. Penuturan penulis pun tidak terburu-buru, melainkan mengajak pembaca untuk memahami dengan meresapi dahulu apa yang mungkin dirasakan oleh orang lain.
Saya juga menyukai tulisan yang berkenaan dengan bagaimana seorang muslim harus dapat tetap berlembut hati tanpa harus meninggalkan ketegasan prinsip yang memang harus tetap digenggam. Bukan hal mudah kah? Ketika dimana-mana terdapat tuntutan toleransi yang kerap menggerus keyakinan dan keimanan manusia. Sebuah toleransi yang dibentuk dari kelihaian beberapa pihak dalam membuat pembenaran dengan membolak-balikan fakta, bahkan ayat/ hadist.
Hanya saja, saya tidak terlalu memahami tentang pembagian subbab dalam buku ini, karena menurut saya hal tersebut tidak terlalu berpengaruh besar. Tapi, ya bisa jadi mungkin adanya subbab tersebut lebih berfungsi sebagai peredam kejenuhan/ istirahat bagi pembaca setelah bertemu dengan 60-an artikel dalam buku ini. Terlihat juga upaya tersebut lewat selipan beberapa puisi dan kutipan renungan dalam setiap subbabnya.
Oiya, satu lagi yang membuat saya salut pada penulis ini adalah caranya dalam menuliskan kisah sejarah, sebagai contoh kasus. Sungguh, saya merasakan bagaimana si penulis begitu menghayati sejarah kenabian dan para sahabatnya. Cara beliau dalam menuturkan sejarah kenabian terkesan luwes dan meninggalkan kekakuan bahasa literatur yang kerap terjadi ketika seorang penulis mengisahkan sejarah dalam tulisannya. Dengan gaya inilah, saya dapat menjadi lebih bisa merasakan dan meresapi kisah sejarah itu sendiri.
Saya juga menyukai sudut pandang penulis dalam menyoroti, tidak hanya sisi positif, tapi juga sisi negatif dari para sahabat Rasulullah, tanpa adanya niat menjatuhkan keunggulan dan keluhuran budi yang dimiliki mereka. Selain itu, membaca berbagai contoh kasus yang diambil dari sejarah kenabian menerbitkan kesadaran betapa masih kurangnya saya dalam membaca atau memahami sejarah Rasulullah dan para sahabatnya.
Share:

Sunday, 31 March 2019

Resensi Buku : Kun Anta


Judul Buku      : Kun Anta
Penulis             : @negeriakhirat
Penerbit           : Wahyu Qolbu
Tahun Terbit    : 2016
Tebal               : 225 halaman


Inilah kisah-kisah nyata para perempuan yang telah membuktikan bahwa
cantik itu bukan dari lahiriah semata. Cantik yang sesungguhnya adalah
menjadi diri sendiri, percaya diri, & mensyukuri pemberian Ilahi. Itulah cantik dari hari cerminan MUSLIMAH SEJATI
Paras rupawan, rambut panjang, badan tinggi semampai, kulit putih bersih, langsing, bulu mata lentik serta bibir merona. Apakah itu definisi cantik menurutmu? Siapa yang tidak mau jadi cantik sempurna seperti itu? Tapi tahukah kamu bahwa definisi cantik bagi seorang muslimah bukanlah yang seperti itu? Cantik bagi seorang muslimah, bukan hanya cantik secara fisik, namun kecantikan akhlak dan hati lah yang paling utama.

“Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk tubuhmu dan tidak pula melihat rupamu, tetapi Allah melihat hatimu.” (HR. Muslim)

Di bab awal buku ini, kita sudah disuguhi  pertanyaan “Who is muslimah?”. Bagi saya seorang laki-laki, Dalam bab ini membahas bagaimana menjadi seorang muslimah sejati, arti cantik menurut Islam, kisah-kisah dari Ghumaisha’ binti Mahlan, Khadijah binti Khuwailid, dan Asiyah binti Muzahim. Tentu ini menjadi bekal yang baik bagi para pembaca untuk bisa memaknai arti cantik itu secara benar dan tidak setengah-setengah.

Pada bab lain ada pembahasan mengenai  amalan-amalan yang dapat memancarkan kecantikan seorang muslimah dan amalan saat sedang haid. Ada pembahasan mengenai shalat, mulai dari shalat wajib sampai shalat sunah, ada juga pembahasan tentang puasa, membaca Al-Qur’an, menjaga lisan, cara menjaga kehormatan seorang muslimah, berbusana sesuai ajaran Islam, bahkan hukum menggunakan cadar pun dibahas di buku ini. Bahkan salah satu quotes yang terdapat dalam buku ini membuat saya lebih bersemangat dalam membaca buku ini, berikut quotes yang saya maksud,

“Kebanyakan wanita meletakkan tangan di mulutnya ketika ia sedang menangis dan lelaki meletakkan tangannya di matanya ketika ia sedang menangis, seolah-olah mereka mengetahui dari mana banyak terhasilnya dosa.” (Dr. Khalid Abd. Aziz Muhammad Al Jubair)

Tidak hanya itu, Pembaca juga disuguhi pengalaman berhijrah dari teman-teman, proses bagaimana mereka memaknai arti cantik yang sebenarnya, jadi kayak sharing gitu. Nah, kisah hijrah mereka ditulis selang-seling dari materi utamanya. Di buku ini juga banyak diselipin quotes yang sangat menginspirasi. Banyak banget, tiap bab pasti ada.

Share:

Thursday, 3 January 2019

Resensi Buku : 5 cm




Judul       : 5 CM
Penulis    : Donny Dhirgantoro         
Penerbit  : Grasindo                      
Editor      : A. Ariobimo Nusantara       
tebal        : 381 hal                   
ISBN       : 978-979-081-852-1

                                     

Halo! Disini saya ingin sedikit membagikan ulasan mengenai buku yang sudah cukup mainstream saat ini.. Buku apa itu? Saya yakin kamu sudah mengenal buku yang satu ini…. YAP betul!! Buku atau Novel 5 cm ini sebuah buku pertama yang saya baca dan masih ingat betul bagaimana saat saya memulai membiasakan diri untuk membaca. Buku ini bukan hanya isi nya yang sangat inspiratif. Melainkan buku ini juga enceritakan tentang Persahabatan, Mimpi, dan Cinta yang dapat mengubah segalanya. Penyampaiyan yang dikemas sederhana tapi dapat sangat indah. Bahkan buku ini membawa pola pikir saya hingga kala itu semasa SMA saya menjadi seorang Ketua Umum Pecinta Alam di SMAN 59 Jakarta.

Baik, langsung kita masuk kepada isi cerita pada novel ini. Terdapat 5 tokoh utama di dalamnya, Genta, Arial, Riani, Zafran, dan Adrian (Ian), ditambah Arinda, adiknya Arial. Menceritakan kehidupan khas remaja. Selama sepuluh tahun mereka bersahabat dan pada suata ketika, Genta, Sang Leader mengusulkan untuk sejenak keluar dari lingkaran persahabatan dulu. agar mereka tidak terpaku pada kebiasaan yang “itu-itu” saja. Dan melihat bahwa dunia kita ini sangat luas.

Mereka berjanji selama 3 bulan tidak boleh saling menguhubungi satu sama lain. Biarkan semua berjalan sesuai dengan keinginan masing-masing. Mereka tahu bahwa dunia ini sangat luas, dan masih banyak mimpi yang belum mereka dapat.

Setelah 3 bulan berlalu, mereka bertemu kembali. Atas ajakan Genta, mereka pergi ke salah satu puncak gunung tertinggi di Pulau jawa yaitu Mahameru.

Di perjalanan menuju Mahameru mereka mengalami banyak peristiwa yang sangat jarang mereka lihat di kota. Mereka melihat seorang nenek yang sudah tua namun masih berjualan nasi pecel di setiap malam, seorang supir angkot yang berubah hidupnya setelah menaiki Mahameru, dan kisah temannya Deniek yang hilang saat pendakian, tidak di temukan, dan jasadnya pun tidak ada.

Dalam pendakian mereka juga mendapatkan banyak pelajaran untuk tidak mudah menyerah. Tepat tanggal 17 agustus kala itu mereka merayakan Hari Kemerdekaan diatas tanah tertinggi di Jawa. Isak tangis para pendaki lainnya mengiringi acara tersebut. sangat mengharukan.
     
     Sedangkan kata ‘5 cm’ itu bermaksud agar kita menaruh Impian kita 5 cm di depan kening, jangan cuman menempel, biarkan mimpi itu menggantung, mengambang 5 centimeter di depan kening, jadi Impian itu tidak akan pernah lepas dari mata kamu.
  
“...yang bisa dilakukan seorang makhluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpinya dan keyakinanya adalah mereka hanya tinggal mempercayainya...”

Di dalam buku ini juga banyak Quote-quote dari para tokoh inspiratif dunia yang bertaburan dari awal sampai akhir. Sangat memotivasi seseorang agar lebih menghargai Hidup, dan tidak meremehkan kekuatan sebuah MIMPI.

Banyak juga dialog-dialog khas remaja yang ringan namun tidak lupa juga ditambahkan denga sentuhan Humor.

Namun ada juga kekurangan di dalam Novel ini. Yaitu, terlalu banyak lirik-lirik lagu, yang menurut saya, itu sangat menganggu. Dan yang kedua scene pada film yang menggambarkan jalan cerita pada novel kurang memberikan edukasi terhadap masyarakat terkait standard prosedur pendakian yang benar. Meskipun begitu, pengaruh dari novel ini sangat positif bagi para pembacanya terutama saya.

Pada tahun kemarin, 12 Desember 2012. Novel ini di filmkan oleh Rizal Mantovani. Dan menjadi film pertama di Indonesia yang berada di atas awan puncak tertinggi di Jawa. Para pemeran dalam film tersebut adalah Fedi Nuril sebagai Genta, Herjunot Ali sebagai Zafran, Denny Sumargo sebagai Arial, Raline Syah sebagai Riani, Igor saykoji sebagai Adr(IAN) dan Pevita Pearce sebagai Arinda.

Menurut saya, Buku ini tidak hanya sebagai pemberi inspirasi. Ini adalah buku pertama yang saya baca dan memberikan kesan positif terhadap ketertarikan saya pada dunia membaca juga pecinta alam.

Dream, Faith, and Fight!!
-Maxwedo-
IG : maxwedo_

Share:
Copyright © Young Inspirer | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com